Neuromarketing diaplikasikan dalam periklanan (zaman sekarang bisa disebut perkontenan). Sebenarnya bagi yang paham dalam praktik konten mengonten, sudah pasti mempraktikkan unsur neuromarketing. Namun, secara teori mungkin kreator tidak tahu bahwa ada ilmu neuromarketing di dalamnya. Nah kalau tahu, akan lebih memudahkan kita dalam memahami : apakah konten saya ini memang bisa diterima dari sisi penonton atau pembaca. Jadi semaksimal mungkin dengan memahami neuromarketing, kita meminimalisir kemungkinan konten dicuekin.

Yang mencengangkan, percaya atau tidak percaya menurut penelitian neuromarketing : unsur kondisi ketidaksadaran penuh pada konsumen itu justru kondisi yang paling banyak menghasilkan keputusan untuk meneruskan menonton/membaca hingga keputusan untuk membeli. Jadi memang sebagai digital marketer, membuat konten yang membuat user tidak sadar ternyata bisa baca/nonton sampai habis itulah konsep/bentuk yang harus diproduksi. Ketidaksadaran penuh itu bisa dipengaruhi dari pengalaman indra manusia dari visual, audio, sentuhan, bau, dan rasa.

Dalam konsep konten tulisan atau video, sudah jelas visual dalam kategori yang paling harus diperhatikan. Makin sedikit reaksi neuro dalam visual, makin tidak menarik. Seringkali justru visual sederhana yang mendapatkan reaksi tertinggi daripada visual yang terlalu banyak fokusnya. Demikian juga dengan penyajian tulisan, makin mendongeng makin penasaran untuk ditelusuri, makin bombastis hook, click bait, bahasa yang menohok, makin membuat reaksi otak menghasilan reaksi emosi untuk terus baca sampai habis.

Jadi dari sisi pembuat konten sebaiknya observasi lebih jelas bila ingin menyajikan insight serius dengan cara yang seru. Dengan keseruan, timbul ketidaksadaran users dalam mendukung apa yang sudah dilihat. Ya sama seperti ketika konsumen belanja, kebanyakan konsumen tidak akan membuat studi banding di mini market ketika harus membeli barang dalam waktu cepat. Mereka mengambil keputusan kebanyakan ya di bawah sadar analitis mereka, langsung melihat yang paling menonjol, sekilas fungsi dan harga, langsung check out.

Menurut penelitian, justru konsumen baru akan menganalisis prilaku keputusan pembelian produk setelah mereka selesai belanja. Makanya review product itu selalu muncul kalau konsumen sudah analitis, dan itu akan berdampak pada pembelian lanjutan. Kalau proses ini sih sudah satu langkah dalam kegiatan marketing, yaitu repeat order strategy.

Materi yang saya screenshot ini yang highlight saja, kalau baca semua sampai neuroscience-nya ya bisa mumet juga. Kebanyakan juga penelitian neuroscience marketing-nya bukan yang saya cari. Nanti coba saya carikan lagi teori layout visual konten berdasarkan ilmu neuromarketing yang lebih jelas untuk diaplikasikan.

Leave a comment

Quote of the week

“AI won’t replace you… unless you keep ignoring it.” 😆

~ mychatgpt